IMASHITA DWI ANJANI

Minggu, 28 November 2010

Penderitaan Korban Merapi

Sebanyak 5 persen atau sekitar 11.792 pengungsi korban Merapi mengalami gangguan jiwa, dengan tingkat gangguan bervariasi. Diduga, angka ini lebih kecil dari kenyataan.

"Lima persen itu adalah jumlah orang yang datang ke posko psikologi pengungsian dikomparasi dengan jumlah pengungsi keseluruhan (yang menurut data BNPB mencapai 235.858 yang tersebar di 735 titik pengungsian)," ujar Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan, Irmansyah, Sabtu (20/11/2010).

"Saya kira, angka itu bukan jumlah riil, karena ada orang-orang yang mengalami gangguan tidak datang ke posko psikologi," lanjutnya.

Dijelaskan, tingkat gangguan kejiwaan korban Merapi bervariasi, mulai dari yang tingkat rendah, misalnya susah tidur (insomnia) sampai berat, misalnya kerusakan jaringan otak. "Gangguan bersifat kambuhan atau akut. Ada yang sebelum bencana memiliki masalah kejiwaan dan ada yang tidak. Bencana membuat itu kambuh atau memunculkan penderita baru," terang Irmansyah.

Disebutkannya, ada yang sekadar mengalami insomnia, ada yang sampai tak bisa memahami realitas atau berperilaku kacau. "Kami akan memberikan bantuan berupa pendampingan psikologi selama sebulan dari 200 tanaga yang saat ini sedang mengikuti pelatihan penanganan masalah kejiwaan," tambahnya.

http://regional.kompas.com/read/2010/11/20/11243456/11.792.Korban.Merapi.Terganggu.Jiwanya

Gunung Merapi meletus dengan mengeluarkan awan panas, tercatat sejak pukul 17.02 WIB. “Sejak 17.02 WIB hingga 17.34 WIB terjadi empat kali awan panas dan sampai sekarang awan panas terus muncul susul menyusul tidak berhenti,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Surono di Yogyakarta, Selasa.

Sejak erupsi petang ini, sudah ada beberapa warga yang meninggal dunia dan beberapa lagi sudah mengalami luka-luka yang cukup serius. Tim relawan dan petugas berpacu dengan waktu saat berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan ke semua penduduk di radius jangkau letusan dan bias letusan Merapi, walaupun terpaksa ada yang terlanjur terluka dan meninggal tersengat jilatan panas awan Merapi..

Kita patut menghargai kerja petugas yang sudah bersusah payah sejak beberapa hari kemarin, yang menghimbau kepada semua penduduk kawasan bahaya Merapi, untuk segera turun gunung dan mengungsi ke lokasi yang sudah disediakan Pemerintah.

Mengenai ada satu orang bernama Mbah Maridjan yang bersikukuh untuk tetap berada di lokasi bahaya Merapi, kita patut “bersikukuh” juga berusaha mengungsikan saudara kita Mbah Maridjan tersebut, terlepas dari apapun alasan yang dipegang Beliau.

Untuk beberapa tahun mendatang, Merapi masih akan memberikan aroma menyeramkan dan mengirim bias berbahaya bagi siapapun yang mencoba untuk mendekat dan bertempat tinggal di sekitarnya.

Di bawah ini beberapa jalan keluar yang mungkin bisa diupayakan oleh Pemerintah Pusat atau Daerah :

   1. Meratakan Gunung Merapi. Ini untuk menghindari terjadinya kembali bencana alam terulang di masa yang akan datang. Pilihan ini jelas sangat tidak mungkin dilakukan, seandainyapun menggunakan kekuatan bom nuklir untuk meratakan gunung Merapi. Bom nuklir dalam beberapa kali peledakan mungkin akan sedikit menurunkan “ketinggian” lereng Merapi, tetapi pilihan ini akan merusak sistem ekologi dan menebarkan bias radioaktif yang tidak hilang dalam beberapa abad kemudian. Sehingga pilihan “meratakan Merapi” jelas tidak bisa direalisasikan.

   2. Jika pilihan di atas adalah tidak mungkin dilakukan, seyogyanya diusahakan seluruh penduduk di sekitar lokasi Merapi, disediakan sebuah lokasi perumahan baru dalam radius aman Merapi, yang tidak jauh dari rumah asal mereka, seandainya mereka terpaksa tidak rela untuk meninggalkan tanah Jawa untuk bertransmigrasi ke luar Jawa.

   3. Menghindari sejauh mungkin mendirikan perumahan di radius jangkau bahaya Merapi, dengan mengambil jarak terjauh dan teraman dari letusan yang sampai hari ini terekam. Para ahli tentu sudah mengetahui titik terjauh lokasi jangkau bahaya letusan Merapi yang pernah terjadi hingga detik ini. Seandainya semua penduduk berada di lokasi “aman” tersebut secara default. maka tidak ada lagi upaya-upaya yang memakan biaya besar dan prosentase korban nyawa akan mengerucut. Tentu kita tidak menginginkan setiap beberapa tahun rentang waktu berlaku, selalu ada kegiatan mengungsi dan pindah tidur bagi penduduk sekitar Merapi. Ini akan menyusahkan penduduk itu sendiri.

Membuka cerita Gunung Merapi, gunung ini merupakan gunung paling aktif di Indonesia. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Letaknya cukup dekat dengan Kota Yogyakarta dan masih terdapat desa-desa di lerengnya sampai ketinggian 1700 m. Bagi masyarakat di sekitar lokasi tersebut, Merapi membawa berkah material pasir, sedangkan bagi pemerintah daerah, Gunung Merapi menjadi obyek wisata bagi para wisatawan. Selain sebagai lokasi wisata, Merapi menjadi lokasi mengerikan yang kita harus berekstra hati-hati setiap saat, siang dan malam.

Kami menyampaikan rasa dukacita dan bersedih yang sedalam-dalamnya atas bencana alam yang menimpa saudara-saudaraku di sekitar Merapi. Semoga Allah selalu memberikan perlindungan dan ketenangan untuk para korban dan petugas yang sedang bertaruh nyawa menyelamatkan hidup saudara-saudara kita semua. Amien.

Sumber :

http://www.tempointeraktif.com/hg/jogja/2010/10/26/brk,20101026-287426,id.html

http://berita.liputan6.com/daerah/201010/303350/Merapi.Meletus

http://www.antaranews.com/berita/1288092803/merapi-meletus

http://www.detiknews.com/read/2010/10/26/213548/1475947/10/ada-korban-luka-bakar-parah-pakaian-meleleh-menempel-di-kulit?nd991103605

http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Merapi